Tahukah Anda bahwa kekayaan tanaman dan teknologi pertanian di Nusantara tidak lepas dari jejak pengaruh Tiongkok dan India? Artikel ini mengajak Anda untuk menelusuri bagaimana kedua peradaban besar Asia ini berkontribusi dalam membentuk lanskap pertanian Nusantara. Dari padi dan terasering hingga rempah-rempah dan teknik irigasi, kita akan mengungkap warisan budaya yang tak ternilai, serta mengungkap potensi bias dalam narasi sejarah yang seringkali mereduksi kontribusi salah satu pihak.
Perjalanan pertanian Nusantara berakar dari dua pusat domestikasi padi: lembah Sungai Yangtze di Tiongkok selatan, tempat padi japonica pertama kali dibudidayakan sekitar 9.000 tahun lalu, dan lembah Sungai Gangga di India, tempat padi indica muncul sekitar 5.000 tahun lalu. Kedua wilayah ini memberikan kontribusi genetik yang signifikan terhadap varietas padi yang kita kenal saat ini, serta menjadi dasar bagi ketahanan pangan di Asia.
Teknik terasering, sebuah sistem pertanian lereng yang rumit, memiliki akar yang kuat di Tiongkok. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa sistem ini telah diterapkan di sana selama ribuan tahun, dengan pengaturan irigasi yang canggih yang memanfaatkan topografi alam. Meskipun praktik pertanian lereng juga ditemukan di India, skalanya jauh lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan dengan yang ada di Tiongkok, mengindikasikan transfer teknologi dan pengetahuan dari Tiongkok ke wilayah lain.
Penyebaran padi dan teknik pertanian, termasuk terasering, ke Nusantara terjadi melalui serangkaian gelombang migrasi dan interaksi budaya. Migrasi Austronesia, yang berasal dari wilayah yang meliputi Tiongkok selatan dan Taiwan, membawa pengetahuan penting tentang budidaya padi. Perdagangan maritim dan interaksi dengan India juga memperkaya budaya Nusantara, terutama dalam aspek agama dan sistem pemerintahan, yang terlihat dari pengaruh kuat Hindu-Buddha.
Interaksi budaya dan perdagangan tidak hanya membawa tanaman baru, tetapi juga pengetahuan dan teknologi pertanian yang berharga.
Pengaruh India dominan dalam budaya dan agama, sementara Tiongkok berkontribusi dalam teknologi pertanian dan perdagangan. Narasi sejarah Indonesia seringkali mereduksi peran migran Tiongkok, padahal bukti arkeologis menunjukkan kontribusi signifikan mereka. Teknik terasering yang kompleks, dengan pengaturan irigasi yang rumit, lebih banyak ditemukan di wilayah yang mendapat pengaruh kuat dari budaya Tiongkok, mengindikasikan adanya transfer teknologi dan adaptasi lokal.
Masyarakat Nusantara mengadaptasi teknik pertanian luar sesuai kondisi lokal. Sistem subak di Bali adalah contoh inovasi dalam irigasi terasering, menciptakan lanskap pertanian yang unik dan produktif, serta menjadi warisan budaya dunia.
Kekayaan tanaman dan teknologi pertanian Nusantara adalah hasil dari interaksi budaya yang dinamis. Dari padi dan terasering hingga rempah-rempah dan teknik irigasi, jejak pengaruh Tiongkok dan India terukir jelas dalam lanskap pertanian Nusantara. Dengan memahami dan menghargai kontribusi dari semua pihak, kita dapat merangkai kisah yang lebih akurat dan inklusif, serta memperoleh wawasan berharga tentang bagaimana inovasi dan adaptasi lokal membentuk warisan pertanian yang kita nikmati saat ini.
Referensi: