Setelah melalui perjalanan panjang evolusi praktik dan perlengkapan kebersihan diri, tibalah kita pada sebuah inovasi yang kini dianggap esensial di kamar mandi modern: tisu toilet. Kehadirannya menandai babak baru dalam standar kebersihan pasca buang air, menggantikan berbagai material yang sebelumnya digunakan dengan solusi yang lebih higienis, praktis, dan dirancang khusus untuk tujuan tersebut. Artikel ini akan menelusuri jejak perkembangan tisu toilet dari awal kemunculannya hingga menjadi produk massal yang kita kenal saat ini.
Sebelum ditemukannya tisu toilet modern, berbagai material telah digunakan oleh masyarakat di berbagai belahan dunia untuk membersihkan diri setelah buang air besar. Pilihan material ini sangat dipengaruhi oleh faktor geografis, budaya, dan status sosial. Masyarakat kelas bawah seringkali memanfaatkan material alami yang tersedia di sekitar mereka, seperti daun lebar, rumput, kulit kerang, batu halus, atau bahkan pasir. Sementara itu, kalangan yang lebih berada memiliki akses ke material yang lebih lembut seperti wol, renda, atau kain bekas.
Di era Romawi kuno, spons yang dipasang pada tongkat dan direndam dalam air garam atau cuka umum digunakan di toilet umum. Setelah digunakan, spons tersebut akan dibilas dan digunakan kembali oleh orang lain, sebuah praktik yang dari sudut pandang modern tentu sangat tidak higienis. Di berbagai belahan Asia, termasuk Tiongkok dan Jepang, penggunaan kertas untuk keperluan kebersihan diri telah dikenal jauh sebelum popularitasnya di Barat. Catatan sejarah menunjukkan bahwa kertas telah digunakan untuk keperluan sanitasi di Tiongkok setidaknya sejak abad ke-6 Masehi. Bahkan, pada masa Dinasti Tang (618-907 M), dilaporkan bahwa kertas secara massal diproduksi untuk keperluan ini di istana kekaisaran.
Konsep tisu toilet modern mulai muncul di Barat pada pertengahan hingga akhir abad ke-19. Pada tahun 1857, seorang pengusaha Amerika Serikat bernama Joseph Gayetty dianggap sebagai orang pertama yang mengkomersialkan kertas toilet dalam bentuk lembaran datar yang diberi label namanya. Produk “Gayetty’s Medicated Paper for the Water-Closet” ini dijual dalam kemasan datar dan diklaim mengandung ekstrak lidah buaya untuk memberikan efek menenangkan. Meskipun merupakan inovasi, produk ini tidak langsung meraih popularitas yang luas.
Pada tahun 1879, perusahaan Scott Paper Company di Philadelphia mulai menjual tisu toilet dalam bentuk gulungan. Awalnya, mereka menjualnya tanpa merek dagang yang jelas, dan pengecerlah yang memberikan merek mereka sendiri pada produk tersebut. Strategi ini dilakukan karena pada masa itu, membicarakan produk yang berhubungan dengan fungsi buang air dianggap kurang sopan di masyarakat.
Memasuki abad ke-20, penerimaan dan popularitas tisu toilet semakin meningkat. Perusahaan-perusahaan mulai menyadari potensi pasar produk ini dan berinvestasi dalam produksi dan pemasaran. Pada tahun 1902, Scott Paper Company secara resmi memperkenalkan merek tisu toilet mereka sendiri.
Salah satu perkembangan signifikan pada periode ini adalah inovasi tisu toilet tanpa serpihan. Tisu toilet awal cenderung menghasilkan serpihan kertas saat digunakan, yang dianggap kurang nyaman. Pada tahun 1930, Northern Tissue memperkenalkan tisu toilet “splinter-free” pertama, yang menjadi daya tarik utama bagi konsumen.
Periode ini juga ditandai dengan peningkatan kesadaran akan pentingnya kebersihan dan sanitasi, yang semakin mendorong adopsi tisu toilet sebagai perlengkapan standar di kamar mandi rumah tangga dan fasilitas umum.
Sejak pertengahan abad ke-20, industri tisu toilet terus berinovasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan preferensi konsumen. Beberapa perkembangan penting meliputi:
Saat ini, tisu toilet merupakan produk konsumen global dengan berbagai merek, jenis, dan kualitas yang tersedia. Dari tisu toilet ekonomis satu lapis hingga tisu toilet premium dengan berbagai fitur tambahan, konsumen memiliki banyak pilihan sesuai dengan kebutuhan dan anggaran mereka.
Meskipun tampak sederhana, evolusi tisu toilet mencerminkan perkembangan teknologi, perubahan sosial, dan peningkatan standar kebersihan masyarakat. Dari material alami hingga produk yang dirancang secara spesifik, tisu toilet telah menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas kebersihan diri modern, menandai akhir yang higienis dalam proses penting kehidupan sehari-hari. Sejarah tisu toilet adalah kisah tentang bagaimana sebuah kebutuhan mendasar mendorong inovasi dan pada akhirnya mengubah praktik kebersihan secara global.