Di era digital yang begitu padat, kita semua diserbu oleh berbagai macam iklan. Dari pop-up yang tiba-tiba muncul, video yang tak bisa dilewati, hingga banner mencolok yang berkedip-kedip di layar. Sayangnya, banyak dari iklan tersebut berakhir sia-sia, diabaikan, atau bahkan dibenci oleh audiens yang merasa terganggu. Hal ini memunculkan pertanyaan: apakah ada cara lain untuk berkomunikasi dengan audiens tanpa harus berteriak melalui iklan?
Tentu saja ada. Solusinya bukanlah menghentikan semua kampanye iklan, karena setiap saluran memiliki peran dan manfaatnya. Alih-alih menghentikannya, ini adalah sebuah seruan untuk mempertimbangkan kembali alokasi anggaran. Sudah saatnya merek mulai menginvestasikan sebagian dana pada strategi yang terbukti lebih efektif dalam membangun kepercayaan dan otoritas merek: advertorial.
Bagi sebagian orang, konsep ini mungkin terasa asing, tetapi sebenarnya sangat sederhana. Kata advertorial berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Inggris: “advertising” (iklan) dan “editorial” (artikel atau konten berita).
Secara sederhana, advertorial adalah sebuah konten berbayar—berupa artikel, infografis, atau video—yang dikemas menyerupai konten editorial yang dibuat oleh media. Namun, tujuannya bukan untuk menjual secara terang-terangan (hard-selling), melainkan untuk memberikan nilai, edukasi, dan informasi kepada pembaca. Alih-alih meminta pembaca untuk membeli, advertorial bertujuan membangun fondasi kepercayaan. Contoh paling mudah adalah ketika sebuah merek layanan keuangan menulis artikel berjudul “Lima Tanda Anda Butuh Konsultan Keuangan” dan menyisipkan solusi dari mereknya di dalam narasi yang mengedukasi.
Untuk memahami mengapa advertorial begitu kuat, kita harus melihat kelemahan iklan konvensional. Fenomena yang dikenal sebagai “banner blindness” atau “kebutaan iklan” adalah bukti nyata. Otak manusia, secara tidak sadar, sudah terlatih untuk mengabaikan area-area di laman web yang biasanya ditempati oleh iklan, seperti banner di sisi atau atas halaman. Kita sudah begitu lelah dengan interupsi sehingga secara otomatis memfilter keberadaannya.
Selain itu, penggunaan ad-blocker yang semakin meluas adalah bentuk protes nyata dari audiens. Mereka lelah dengan iklan yang mengganggu dan memperlambat pengalaman berselancar mereka. Dengan begitu, investasi miliaran rupiah untuk iklan yang tidak dilihat sama sekali adalah kerugian besar yang tidak dapat dihindari. Di sinilah advertorial muncul sebagai jawaban, karena ia tidak menginterupsi, melainkan mengundang.
Advertorial bisa jauh lebih efektif karena ia berhasil mengatasi masalah utama yang membelenggu iklan konvensional. Keunggulan utamanya terletak pada kemampuannya untuk beroperasi di ranah yang dipercaya oleh audiens, yaitu media kredibel.
Efektivitas advertorial bukanlah sekadar klaim, melainkan didukung oleh riset dari berbagai lembaga terpercaya. Berikut adalah beberapa data yang membuktikan mengapa ia jauh lebih unggul:
Tidak semua advertorial berhasil. Ada beberapa elemen penting yang harus diperhatikan agar dampaknya maksimal:
Di era digital yang begitu bising, merek tidak lagi bisa hanya berteriak untuk didengar. Mereka harus berbicara dengan bijak, menawarkan nilai, dan membangun hubungan. Advertorial adalah strategi win-win-win: media mendapatkan konten berkualitas, merek mendapatkan audiens yang terlibat, dan audiens mendapatkan informasi berharga.
Jadi, ketika tiba saatnya untuk mengalokasikan anggaran pemasaran Anda, pertimbangkanlah untuk menginvestasikan sebagian dari dana tersebut pada konten yang tidak akan diabaikan. Karena pada akhirnya, di dunia yang penuh kebisingan, advertorial adalah suara yang didengarkan.
Kami menawarkan layanan bantuan penulisan dan penempatan advertorial di DUS. Untuk mendiskusikan bagaimana strategi ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan bisnis Anda, hubungi kami melalui email: ads@dus.id. Mari kita ubah cara Anda berbicara dengan audiens.